Minggu, 01 Januari 2012

Faux Ciel Bab 1: Gadis Pembawa Harapan

Ruangan itu dipenuhi tabung-tabung setinggi manusia yang berisi cairan berwarna keemasan. Tidak ada lampu penerangan yang menerangi ruangan dengan langit-langit menjulang itu. Tetapi memang lampu tak begitu diperlukan. Cairan yang mengalir naik turun di dalam tabung-tabung itu menghasilkan pendaran keemasan, dan pendar itulah yang telah menerangi seisi ruangan penyimpanan itu. Sejauh mata memandang hanya ada tabung-tabung berisi cairan keemasan yang berkilauan setinggi manusia. Kecuali sebuah tempat yang terletak tepat di tengah-tengah ruangan itu. 

“Dia mulai terbangun,” kata seorang kakek tua yang berdiri di tengah-tengah  ruangan itu. Di depannya terdapat sebuah tabung raksasa dengan ujung atasnya nyaris menyentuh langit-langit. Di dalam tabung berukuran raksasa itu juga terdapar cairan keemasan, namun yang membedakannya dari tabung-tabung lainnya – selain ukuran tabung itu yang lima kali tabung lainnya – adalah benda lain yang ada di dalamnya.


Seorang gadis berkulit putih tampak tertidur di dalam tabung itu. Aliran partikel-partikel keemasan di dalamnya membuat sosoknya bergerak lembut di dalam tabung itu. Ia tidak memakai alat pernapasan apapun, karena tidak akan ada yang bisa mati di dalam kungkungan cairan keemasan itu. Wajah gadis itu sangat damai, sebuah senyum tipis menghiasi wajahnya. Rambut panjangnya yang keemasan tampak menari lembut di dalam tabung itu, menutupi bagian tubuhnya yang tidak terbalut selembar kainpun dengan anggunnya.

“Dia tersenyum?” kata seorang laki-laki berperawakan tinggi besar yang berdiri di samping kakek-kakek itu.

“Ya. Dan ini baru pertama kalinya sejak ia lahir, Lambert,” jawab kakek itu.

“Apakah saatnya sudah tiba, Tuan Conrad?” tanya Lambert.

“Aku pun tidak tahu. Tetapi jika memang benar ini adalah tanda kedatangan waktu itu, maka seharunya kita bersyukur. Sudah terlalu lama kita terjebak dalam kungkungan Dunia Baru ini,” jawab Conrad.

“Jika legenda dari para Pendatang itu benar, maka tidak lama lagi kita akan melihat Dunia Lama kita,” kata Lambert. 

Conrad tersenyum. Ia menoleh Lambert, laki-laki yang sejak dua puluh tahun lalu dianggapnya anak sendiri. “Mungkin bukan kita. Mungkin hanya dirimu dan generasimu serta generasi setelahmu,” kata Conrad. 

“Maksud Anda?”

“Aku telah lebih tujuh puluh tahun bernapas di Dunia Baru ini, anakku. Selama itu aku telah melihat semua yang perlu kulihat, aku telah melakukan apa yang perlu kulakukan. Dan kini giliranmu untuk melakukan apa yang perlu kau lupakan. Aku tidak menyesali apapun yang terjadi padaku setelah ini,” kata Conrad.

Tepat setelah ia berbicara demikian, tiba-tiba saja terdengar sebuah ledakan keras dari tempat yang jauh. Lambert terkejut, namun Conrad tetap tenang. Ia tahu akan seperti ini demikian keadaannya bila melindungi gadis itu.

“Pasukan kerajaan Adventa! Bagaimana mereka bisa sampai ke tempat ini?!” seru Lambert.

“Tenang. Mereka akan tertahan sementara di luar. Selama itu kau harus membawa gadis itu keluar dari tempat ini. Jika perlu, aku akan mengulur waktu mereka,” kata Conrad tenang.

“Tapi, Ayah! Jika Anda melakukan itu—”

“Sudah kukatakan, aku tidak menyesali apa yang akan terjadi berikutnya. Tetapi nasib umat manusia harus  kita jaga. Dia yang masih tertidur akan segera terbangun, namun untuk itu dia perlu tempat yang layak. Dan tempat itu jelas bukan di dalam pusat penelitian kita ini,” jawab Conrad.

Conrad, sekilas pemimpin pasukan pemberontak itu terlihat seperti seorang kakek biasa. Namun ia tetap saja pemimpin pasukan. Kemampuannya di atas pasukannya. Menghadapi empat atau lima meriam bukan hal besar untuknya. Tapi bagaimana dengan sepasukan besar tentara kerajaan yang sepertinya menyerang mereka saat ini? Lambert berusaha untuk mempercayai kata-kata ayah angkatnya itu, tetapi ia tetap tidak bisa.
“Aku tinggal di sini! Pasukanku bisa membawanya pergi—”

“Apa kau belum mengerti, Anak Muda!? Tidak ada waktu lagi! Nyawaku tidak ada artinya dengan jutaan nyawa manusia di dunia ini! Dan menjadi bagian dari sejarah penting manusia di masa depan adalah kebanggaan bagimu!” hardik  Conrad.

Lambert terkejut. Ayah angkatnya yang terkenal bijaksana dan tenang menghardiknya dengan keras. Tetapi itu menunjukkan seberapa kritisnya keadaan mereka saat ini.

“Baik, ayah,” kata Lambert. Ia pasrah pada keinginan ayahnya. Ia memaksa tersenyum, tetapi air mata tetap tak terbendung di matanya. “Ah, maaf. Aku menangis di saat seperti ini,” katanya sambil menyeka air matanya.

“Kau anak yang kuat, Lambert. Sejak aku menemukanmu di bawah reruntuhan dua puluh tahun lalu aku sudah tahu kau anak yang kuat. Hanya kau yang bisa melakukan ini. Bawa gadis ini dan sembunyikan dia di Tanah Selatan. Ajari dia segalanya tentang dunia ini. Juga ajari dia kekuatan di dalam dirinya. Setelah itu bukalah gerbang Dunia Baru, hancurkan, dan bawalah semua manusia kembali ke dunia asal mereka,” kata Conrad sambil menepuk lengan Lambert. Ia ingin merangkul anak angkatnya itu, namun jika ia melakukan itu pastilah ia tidak akan melepaskannya. Ia pun kembali menoleh pada tabung berisi gadis berambut keemasan itu. Ia mengarahkan tangannya ke tabung itu, dan secara otomatis sebuah panel hologram hadir di matanya. Ia menekan beberapa tombol di panel itu. Setelah memasukkan kode kunci panel hologram pun menghilang. Pada saat bersamaan, cairan keemasan di dalam tabung itu mulai terhisap ke dasar tabung.

“Pecahkan tabung itu,” kata Conrad pada Lambert saat seluruh cairan keemasan itu telah dikeringkan.

Lambert dengan segera menendang tabung itu dengan hati-hati, namun kaca itu hanya retak. “Kau tidak akan bisa memecahkan kaca itu dengan cara hati-hati seperti itu. Tenang saja. Kaca itu tidak akan pecah menyerpih, kecuali bila saat kau pecahkan cairan di dalamnya masih ada,” kata Conrad. Mendengar itu Lambert mencoba memecahkan tabung itu lagi, kali ini dengan tendangan terkuatnya. Tabung itu pecah membentuk celah yang cukup untuk dimasukinya. Tanpa menunggu perintah lebih lanjut, ia segera meraih sebuah jubah yang tergeletak tak jauh dari tabung itu dan membungkus tubuh gadis yang kini terbaring di dasar tabung itu.

“Pergilah melalui terowongan rahasia. Jangan berhenti apapun yang terjadi hingga kau merasa aman,” kata Conrad.

Lambert mengangguk mengerti. Ia menatap wajah ayah angkatnya untuk terakhir kalinya. “Sekarang!” kata Conrad kembali. Lambert segera membalik badannya dan berlari menuju ke arah pintu terowongan rahasia yang disamarkan sebagai dinding sambil memanggul gadis itu. Dari belakangnya ledakan demi ledakan tersa semakin keras dan dekat. Namun ia tidak berhenti. Ia terus berlari melewati lorong panjang dan gelap itu, hingga ia mendengar sebuah ledakan yang jauh lebih keras dari sebelumnya.

 Dan setelah ledakan itu, segalanya senyap.

 Lambert berhenti berlari dan menoleh. Air mata yang berusaha keras ditahannya akhirnya tertumpah. Ia tahu apa yang terjadi. Tapi ia tidak bisa mencegah keteguhan hati ayah angkatnya. Tempat penelitian mereka telah hancur. Demikian pula dengan ayah angkatnya. Tetapi gadis itu masih selamat, demikian pula dirinya. Selama gadis itu masih hidup kemenangan masih milik mereka.

Lambert kembali memantapkan hatinya. Ia berbalik dan kembali berlari menyusuri terowongan itu. Di depan sana telah menunggu pesawat kecil yang cukup untuk mereka berdua. Saat pihak kerajaan menemukan terowongan itu, mereka berdua telah terbang jauh di atas samudera menuju Tanah Selatan.


[Jumlah kata: 1082]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar