Senin, 28 Mei 2012

Merindu PMP

Bagi yang pernah mendengar dan tahu arti istilah ini, selamat! Itu berarti Anda baru saja menyatakan diri And berasal dari angkatan tua :P   Yah, itu berarti termasuk saya. Dan bagi di luar sana yang tidak tahu apa itu PMP, maka saya yang sudah 'menua' ini akan membagikan artinya. PMP adalah Pendidikan Moral dan Pancasila. Seiring waktu namanya bertransformasi menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan -- minus Moral) dan kini menjadi PKn. Benarkan sendiri kalau ada salahnya :D

Lalu ada apa dengan PMP ini? 

Semasa ada PMP dulu, moral juga masuk kurikulum. Moral menjadi pelajaran, sesuatu yang dibahas dan diajarkan dalam bentuk keilmuan. Jujur, saya sendiri sepertinya tidak mengenyam pelajaran ini, tetapi dari buku-buku saudara dulu saya tahu pelajaran ini pernah ada. Moral dianggap sesuatu yang penting -- sepenting IPA, IPS, dan bahasa-bahasa -- sehingga mesti diajarkan. Meski mungkin tidak akan memberikan efek langsung, tapi setidaknya ini bisa mengajarkan bagaimana tindakan bermoral itu sebenarnya.

Jika dibandingkan dengan keadaan sekarang, moral sudah tidak lagi bisa didefinisikan dengan jelas. Semu orang bisa menyatakan dirinya atau sesuatu itu bermoral atau juga tidak. Seseorang bisa mengatakan orang berpakaian minim tidak bermoral, dan sebaliknya yang berpakaian serba tertutup itu sangat menjaga moral. Tetapi di lain pihak mungkin saja yang berpakaian minim itu seorang filantrofis (orang yang hobi berbagi) dan yang berpakaian serba tertutup itu seorang penjahat kelas kakap seperti koruptor. Lalu apakah yang menandakan seseorang bermoral itu? Kulit luar atau isi dalamnya? Karena bahkan sekarang ini untuk saya seorang koruptor yang berkelit tidak jauh terlihat bermoral daripada kupu-kupu malam!

Berpakaian sopan memang adalah salah satu tanda seseorang bermoral, namun ukuran kesantunan sendiri itu relatif. Ada norma dalam masyarakat yang memang mengatur seuanya. Tetapi jika hanya karena satu hal sepele dari norma-norma ini dilanggar maka seseorang disebut amoral, maka itu sebuah keanehan. Seorang SPG yang pakaian atau dandanannya heboh mungkin mengganggu beberapa orang dan itu membuat mereka serta-merta menyebut itu sebagai tindakan tak bermoral. Atau sepasang kekasih yang hanya bergandengan tangan atau duduk biasa di taman tanpa melakukan apa-apa, bisa saja dicap tak bermoral. Sedangkan orang yang menipu, mencuri, dan membunuh diam-diam orang lain dengan berbagai tipu dayanya, selama mereka tidak ketahuan dan sopan santun akan disebut bermoral.

Maka dari itu saya merindukan adalanya lagi PMP ini. Moral diberikan dengan batasan yang tidak kaku dan tidak picik. Moral yang benar, yang tidak hanya ditekankan pada satu saja norma yang berlaku. Moral yang memanusiakan manusia, bukan menghakimi dan membuat mereka lebih rendah dari binatang. Moral yang membuat bangsa Indonesia ini satu dan bukannya membuat kita saling berkelahi.

Semoga pemahaman moral seperti ini suatu saat nanti kembali kepada kita, demi Indonesia yang tersenyum seperti dulu. 

Damailah bangsaku, Indonesia...

Senin, 14 Mei 2012

Petualangan di Negeri Terasing, Kisah Pembuka dari Legenda Benua Elir


Sampul depan hasil scan :)

Judul: Takdir Elir.
Jenis Buku: Novel Fantasi
Pengarang: Hans J. Gumula.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama.
Jumlah Halaman: 238 + xxiii
Harga: Rp 45.000,00.


Aku datang hanya untuk mengatakan sesuatu kepadamu…. Sekaligus memberikan sebuah perintah…” – Manah (prolog, hal xxi).
 Selamat datang di dunia Vandaria, di mana manusia dan frameless hidup dalam satu dunia yang sama dan saling berinteraksi dengan caranya masing-masing. Bagi para petualang yang lelah dengan dunia nyata, mari masukilah dunia penuh fantasi ini dan tenangkanlah jiwamu. Rasakanlah keindahan dan ketegangan di tiap babnya. Dan untuk kali ini, sebuah benua yang terletak di sebelah timur laut Tanah Utama akan bergelora dalam sebuah kisah yang menentukan takdir.

Kamis, 29 Maret 2012

Pelajaran Dari Sikloheksana

Gambar sikloheksana  (wordofmolecules.com)
 Cantik, bukan? Molekul di samping adalah molekul dari sikloheksana, molekul yang rangka utamanya terbuat dari enam atom karbon yang saling bertautan membantuk cincin. Jika diperhatikan dari sisi kimianya, struktur ini adalah struktur yang sangat merepresentasikan istilah bentuk tetrahedral.dalam kimia. Dengan demikian, struktur ini memiliki kestabilan yang cukup tinggi. Artinya, tanpa gangguan yang besar dari luar dirinya sendiri, struktur molekul ini mampu mempertahankan bentuknya, sangat berbeda dengan cincin hidrokarbon lainnya yang sangat mudah diganggu dan terputus.

 Struktur ini memang stabil. Tetapi apakah berarti struktur ini selamanya diam? Tidak. Seperti molekul lainnya,struktur ini pun bergerak, bervibrasi terus menerus, berubah dari satu bentuk menjadi bentuk lainnya. Terkadang dalam proses perubahannya terjadi penyerapan energi besar dan juga pelepasan energi. Tetapi meski molekul ini menerima dan melepas energi, tetap saja anggotanya adalah enam buah atom karbon yang tidak terpisah. Seakan sudah terjadi kesepakatan bersama di antara mereka, bahwa meski mereka mengalami penambahan atau pengurangan energi, mereka akan tetap satu dan solid.

 Alhasil, yang terjadi hanyalah apa yang dikenal sebagai konformasi saja. Mungkin terjadi ketidakstabilan untuk sementara, namun kemudian kembali mereda menuju kestabilan yang baru.  Meski stabil, namun tidak statis. Selalu bergerak tanpa kehilangan bentuknya sama sekali. 

  Saat melihat dan mempelajari molekul ini, saya tiba-tiba berada dalam sebuah perenungan. Molekul ini seakan menjadi peringatan. Manusia sebagai makhluk sosial seungguhnya tidak berbeda dengan molekul-molekul kimia. Di dalam dunia ini tidak ada molekul yang statis.Kita selalu bergerak. Kita selalu bergesekan satu sama lain. Mungkin di antara kita timbul energi besar, namun terkadang kita tidak selalu bisa melepas energi itu untuk kembali membentuk kestabilan yang baru. Mungkin kita terlalu egois mempertahankan diri kita, sehingga berpotensi merusak cincin (baca: hubungan) yang terbentuk antara kita dengan orang lain. Jika melihat pada bagaimana para karbon yang tidak berpikir bisa saling sepaham untuk mempertahankan strukturnya, apakah kita tidak ingin mencontohnya? Bagaimana pun, sendri itu tidak menyenangkan. Bergerak bersama, menyadari bahwa kita memiliki tujuan yang sama, menerima perubahan dan segala prosesnya, kesemuanya akan mengantarkan kita ke keadaan baru yang lebih stabil. Yang perlu kita lakukan hanyalah mendengar dan membuka diri untuk saling mengerti. Dengan demikian, kestabilan hidup yang dinamis pastilah akan tercapai dan membuat hidup ini lebih nyaman.

Selasa, 06 Maret 2012

Bertemu dan berpisah


Setiap pertemuan akan berakhir dalam sebuah perpisahan.
Itu takdir, takdir yang melekat pada manusia.
Gembira saat bertemu
Dan bersedih saat berpisah.
Lalu mengapa harus ada perpisahan?
Mengapa harus melepaskan bila bisa merangkul, selamanya?
Tetapi ini masih di Bumi
Dan keabadian masih jauh di sana.
Takdir menggariskan ribuan perpisahan,
Namun bukankah tidak ada perpisahan yang abadi?
Sebab yang lama akan digantikan yang baru
Dan yang lebih baru menggantikan yang sudah ada.
Hingga akhirnya kita mencapai satu tempat
Ya, tempat itu.
Di mana segalanya selesai, untuk memulai kembali
Pertemuan yang akan berlanjut
Dalam Keabadian.

Selasa, 31 Januari 2012

Faux Ciel Bab 21 - Pintu Terbuka


Edward berjalan dengan gembira di sepanjang lorong istananya sejak pagi. Ia sengaja memamerkan tongkat kerajaannya agar semua orang menunduk padanya. Ia sangat senang melihat tidak ada lagi yang berani mengangkat wajahnya dan menatapnya dengan keangkuhan. Secepatnya ia harus mencari jenderal baru menggantikan jenderal yang telah dibunuhnya semalam.

Aku harus mencari pengganti orang itu secepatnya, pikir Edward. Seseorang yang patuh dan kuat. Kunci itu harus ku rebut kembali!

Senin, 30 Januari 2012

Faux Ciel Bab 20 - Ujian

“Tidak kusangka aku  akhrinya terbiasa dengan sosok seperti ini,” kata Adam. Sosoknya kini tidak lagi berambut hitam pendek, melainkan berambut emas dan memanjang hingga ke pinggangnya. Matanya juga berubah menjadi merah. Di punggungnya kini terdapat sepasang sayap seperti sayap elang yang terbuat dari gumpalan-gumalan cahaya yang menyelimuti dirinya. Sosok seorang Advano yang dulu sangat dibencinya kini menjadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka semua dari para Advano yang bergerak cepat ke arah mereka.

“Adam, kau dengar?” Suara sang Kunci kembali didengar Adam. Tetapi berbeda dari sebelumnya, suara itu tidak terdengar di dalam kepalanya, melainkan seperti berada di dekat telinganya.

Minggu, 29 Januari 2012

Faux Ciel Bab 19 - Tirai Terbuka

Raja Edward sudah menyadari suatu saat hari seperti ini akan kembali terulang. Jenderal besarnya telah pergi meninggalkan dirinya. Tetapi berbeda dari dahulu saat Conrad ―jenderal besarnya terdahulu, ayah angkat dari Lambert―  membelot darinya dan melarikan sang Kunci bersamanya, kepergian Klaus kali ini bukan sebuah kerugian besar untuknya. Meski bersama sang jenderal besar ikut keluar sepertiga dari jumlah tentaranya.

“Selama aku punya Glacies di tanganku, berapapun jumlah makhluk hina itu akan mudah kutaklukkan!” katanya sambil mengangkat tongkat kerajaannya.

Jumat, 27 Januari 2012

Faux Ciel Bab 18 - Klais

Nyaris setengah hari dihabiskan oleh rombongan Adam di atas kapal mereka. Sejak siang kapal penjaga perbatasan Klais yang bersenjata lengkap telah mengelilingi mereka dan menahan mereka maju lebih jauh. Lambert telah turun dari kapal itu dan menaiki kapal penjaga yang membawanya menuju ke pulau Klais. Adam, Eva, Sierra dan kapten kapal mereka harus tinggal di perairan. Secara teknis mereka adalah sandera yang siap dibunuh kapan saja bila dianggap berbahaya. Secara teknis pula, nasib mereka tergantung sepenuhnya di mulut Lambert. Sekali saja pria itu salah bicara, maka mereka semua akan mati.

Adam bersandar di pembatas buritan kapal itu sambil menatap bulan purnama yang tampak bersinar terang. Angin malam yang dingin berhembus ke arahnya. Orang lain mungkin akan mengigil kedinginan dalam keadaan seperti itu, tetapi tidak untuk Adam. Lantai dingin penjara bawah tanah yang sering ditempatinya jauh lebih dingin dari angin malam kali ini.

Kamis, 26 Januari 2012

Faux Ciel Bab 17 - Ketenangan Menjelang Badai

Raja Edward sedang gelisah. Sudah lebih dari dua hari ia tidak bisa tidur. Makanan dan wanita tidak dapat menghiburnya sama sekali. Bayangan kengerian dari amarah para Advano yang pernah dilihatnya berkelebat di kepalanya setiap kali ia memejamkan matanya. Makhluk yang diagungkannya itu mampu melakukan apapun yang mereka inginkan, termasuk membunuh orang yang mereka tidak sukai. Ya, semua orang yang tidak mereka sukai pasti mereka bunuh. Termasuk orang yang gagal melakukan apa yang mereka perintahkan, seperti dirinya saat ini.

Dua hari telah berlalu sejak kekalahan armada perang Adventa melawan sosok misterius yang melindungi kota Ravena. Hanya sedikit dari pasukannya yang dapat kembali untuk melaporkan sendiri keadaan di medan pertempuran saat itu kepadanya. Ia merasa sangat dipermalukan. Ia mengirim pasukan untuk membalas kekalahan itu, tetapi saat ini ia baru saja mendengarkan laporan aneh dari pasukan itu: pulau Arron tempat di mana kota Ravena berada tidak terlihat di koordinat posisi yang diberikan pada mereka.

“Itu tidak mungkin!” teriak Raja Edward.

“Tetapi laporan ini telah saya pastikan sendiri. Semua armada perang yang dikirim ke perairan selatan tidak ada yang kembali. Rekaman terakhir menunjukkan sosok makhluk aneh berbentuk ular yang meledak dan menghancurkan armada kita yang tersisa,” lapor Klaus, sang jenderal. Ia adalah orang yang sangat membenci kekalahan. Ia telah lama merasa sang raja tidak memiliki kepemimpinan yang tepat, seolah ada sesuatu yang mengendalikan keputusannya. Dan apapun yang mengendalikannya, sesuatu itu telah mengakibatkan armada kebanggaannya hancur. Ia berharap sang raja menunjukkan rasa menyesal atau sedikitnya simpati pada para prajurit yang telah gugur karena perang tiba-tiba itu. Tetapi ekspresi sang raja saat ini sangat jauh dari kata menyesal dan simpati.

Raja Edward terkesiap. Matanya membelalak. Bukan karena mendengar angkatan bersenjatanya musnah. Tetapi karena sosok ular yang dilaporkannya meledak itu. Klaus telah mencapai titik jenuhnya. Ia sudah tidak bisa mematuhi keputusan rajanya lagi.

“Raja, saya takut saya tidak bisa mempercayai Anda lagi bila Anda tidak memberitahukan pada saya apa yang terjadi saat ini. Armada terbaik saya musnah dan semua prajuritnya tewas, tetapi sepertinya Anda tidak terlalu peduli akan hal itu,” kata Klaus dengan dingin.

Raja Edward menggeram. “Jadi maksudmu kau ingin melawanku, Klaus?” kata sang raja.
“Saya membela prajurit saya,” jawab Klaus dengan tegas dan singkat.
“Kau pikir aku siapa, Hah!? Aku raja Adventa, kerajaan terkuat di dunia ini!!” teriak sang raja.

Klaus membuang napasnya secara perlahan. “Kalau begitu saya permisi, Raja,” katanya. Ia berbalik badan dan meninggalkan takhta sang raja. Meninggalkan sang raja yang berteriak seperti seorang gila di atas takhtanya. Ia akan meninggalkan kerajaan itu bersama semua yang setia bersamanya. 

Jika sang raja tidak mendengarkan mereka, maka mereka akan mencari selamat mereka sendiri.
***
Dunia para Advano adalah dimensi yang dipenuhi warna biru. Sejauh mata memandang hanya terdapat langit berwarna biru. Para Advano dalam rupa makhluk legenda mereka berterbangan dengan bebas di dalam dunia itu. Di dalam dunia itu terdapat sebuah benda menyerupai matahari yang berputar perlahan di tengah-tengahnya. Di dalam benda itu, berbeda dengan penampakannya yang penuh cahaya, hanya ada hitam dan kegelapan yang sangat kelam. Satu-satunya yang bersinar di dalamnya hanyalah lima kristal berwarna emas yang berkilauan. Kelima kristal itu melayang-layang, bergerak perlahan dalam sebuah lingkaran dengan teratur. Kelimanya bukan kristal biasa, melainkan para Advano. Mereka juga bukan Advano biasa, tetapi para jenderal, level tertinggi dan terkuat dari Advano.

“Jerez telah dimusnahkan oleh seorang manusia biasa,” kata salah satu kristal berbentuk bola.
“Bukan seorang manusia biasa, Asdaros. Dia adalah seorang Pembuka Pintu,” kata kristal lain yang berbentuk kotak kepada kristal berbentuk bola itu.
“Dari segi manapun dia adalah manusia biasa,” kata Asdaros, Advano berbentuk bola itu.
“Asdaros benar, Farros. Adalah penghinaan bagi kita, Advano, makhluk terkuat di alam raya ini, untuk dikalahkan begitu saja oleh makhluk rendah seperti mereka!” kata Advano yang terlihat seperti cincin pada Advano yang berwujud kotak itu.
“Jerez menanggung kesalahannya sendiri dengan melanggar hukum yang dijanjikan. Manusia berhak memilih siapa yang akan membuka pintu itu,” kata Farros.
“Dan itu adalah hak Adventa, budak setia kita,” kata Asdaros. “Jika kita membiarkan Kunci memilih orang yang diinginkannya, maka semua rencana kita akan gagal. Manusia akan kembali pada kegilaan mereka dan kembali saling menghancurkan!!”
“Aku menolak untuk menyalahkan manusia,” kata Farros.
“Kau terlalu lama mempelajari manusia, Farros. Kau terpengaruh perasaan mereka,” kata Advano berbentuk cincin.
“Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Marr?” kata Asdaros pada Advano berbentuk cincin itu.

Advano berbentuk cincin itu mengeluarkan sinar yang sangat menyilaukan. Terdengar suara gemuruh di sekitar cincin itu. “Karena ada hukum di antara kita, aku tidak membunuhmu. Jika kau manusia, kau pasti akan kubunuh saat ini!” kata Advano berbentuk cincin itu dengan geram.

“Sekarang kau telah menunjukkan perkataan Farros itu benar, Marr,” kata kristal lain berbentuk segitiga pipih. Ia berputar dengan tenang di poros tubuhnya sambil terus bergerak dalam lingkaran.
“Apa katamu?! Sejak kapan kau peduli pada permasalahan kita, Darra!?” seru Marr dengan penuh emosi. “Sejak kapan kau peduli pada masalah manusia?!”
“Aku tidak berbicara di saat tidak penting, Marr,” kata Darra, Advano dengan kristal berbentuk segitiga pipih itu.
“Setidaknya sekarang kau menganggap masalah ini penting,” kata Marr sembari mencibir Darra.
“Mereka berdua memang berbeda dari kita, Marr. Inilah mengapa kita menolak saran para tetua mempelajari manusia hina itu,” kata Asdaros.
“Terserah kalian untuk menolak atau mengikuti langkah kami. Tetapi untuk masalah kali ini, lebih baik kita putuskan langkah yang kita akan ambil,” kata Darra. “Belum saatnya Kunci mendekati Pintu. Hukum harus ditegakkan.”

Asdaros tertawa mencibir. “Kukira kau sudah tidak punya harga diri sebagai Advano,” katanya pada Darra.
“Kalian tenanglah,” kata kristal terakhir yang berbentuk seperti angka delapan. Suara yang dikeluarkan oleh kristal itu menandingi suara gemuruh yang keluar dari Marr. Seluruh kristal itu bergetar takut. Suara dari kristal terakhir itu bagaikan suara seribu petir yang menyambar bersamaan. Ia hanya mengucapkan dua kata saja, namun itu sanggup mendiamkan perdebatan yang mulai berwujud di antara mereka.

“Asdaros, Farros, Marr, Darra! Saatnya kita mengambil keputusan!” seru kristal berbentuk angka delapan itu.
“Baik, Barraza,” jawab keempat kristal lain dengan sopan pada kristal berbentuk angka delapan itu.
“Siapa yang mendukung hukuman pada manusia?” tanya kristal bernama Barraza itu.

Asdaros dan Marr memancarkan sinar yang sangat berkilauan dengan bersamaan. Barraza mengeluarkan sinar menyilaukan yang sama dengan mereka berdua. Kali ini Marr tertawa sangat keras. “Bahkan ketua pun membelaku!” katanya. Cahayanya tampak berkelap-kelip.

“Kami mematuhi hukum,” kata Darra dan Farros bersamaan.
“Aku tidak menentang pendapat kalian. Tetapi seperti kata Darra, waktunya belum tiba,” kata Barraza pada Asdaros dan Darra.
“Kami mengerti,” kata Farros dan Darra kembali.
“Saatnya menuju dunia buatan kita, Faux Ciel. Pintu harus dijaga,” kata Barraza.
“Lalu bagaimana dengan nasib raja bodoh itu?” tanya Marr.
“Keinginannya hanyalah bertahan hidup dengan cara pengecut. Ia tidak layak untuk kita,” jawab Barraza.
Asdaros meraung penuh kegembiraan. “Saatnya penghakiman!” seru Advano itu. Ia memancarkan sinar terang yang hanya terlihat sesaat, saat sinar itu hilang, tubuh kristal Advano itu pun lenyap.
“Dia tidak pernah sabar menanti,” kata Marr. Ia mengikuti langkah yang dilakukan oleh Farros dan menghilang.
“Kalian berdua, ingatlah! Ada saatnya hukum harus berada di atas segalanya, tetapi jika kalian menganggap hukum itu bisa dibengkokkan demi orang lain, lakukanlah. Untuk itulah Faux Ciel dibentuk,” kata Barraza pada Farros dan Darra. Ia menunggu waktu yang tepat hingga Marr dan Farros tidak berada di tempat itu lagi.
“Mengapa Anda memberitahukan ini pada kami?” tanya Farros.
“Karena aku ingin menguji seberapa layak manusia itu mendapat bumi kembali,” kata Barraza singkat.
Sang ketua melepaskan sinar yang sangat terang. Tetapi hanya dalam sekejap. Setelah itu semuanya gelap.
“Kita harus menyusul mereka,” kata Farros.
“Aku setuju. Sudah saatnya melihat Sang Pembuka Pintu yang terpilih itu,” kata Darra. “Atau sebaiknya kupanggil sebagai Adam saja?” lanjutnya sambil tertawa renyah.
Tubuh kedua Advano itu pun bersinar terang. Mereka menghilang dari dunia serba hitam itu dalam sekejap.


[Jumlah Kata: 1263]

Senin, 23 Januari 2012

Faux Ciel Bab 16- Menuju Klais



Perjalanan dengan menggunakan perahu motor dari Pulau Arron menuju Pulau Klais memakan waktu sekitar dua jam. Kesempatan itu digunakan sebaik mungkin oleh Lambert dengan beristirahat di dalam ruang kabin perahu itu. Ya, perahu motor yang dipinjamkan oleh Walikota Albertino Han berukuran cukup besar, sampai-sampai jika ingin mengadakan pesta barbekyu sangat mungkin dilakukan di atas kapal itu. Ruang kemudi dikendalikan oleh seorang kapten kapal. Terdapat tiga ruang kabin untuk penumpang di bagian anjungan. Sebuah tangga yang cukup landai menghubungkan antara lorong kecil di depan kabin dan ruang kabin. Di bawah kabin terdapat ruang makan dan kamar mandi. Di lantai yang sama juga terdapat ruang mesin.

Sementara Lambert tidur di dalam kabin, Adam berdiri di buritan sambil menikmati pemandangan laut yang menyegarkan. Beberapa hari lalu ia juga menaiki kapal sewaktu menuju Pulau Arron. Tetapi saat itu ia sedang melarikan diri dan ia terpaksa menyelinap di antara kargo rempah-rempah dari timur yang dibawa sebuah kapal. Ia terpaksa meringkuk di antara peti-peti besar dengan bau menyengat khas dari rempah-rempah di sekelilingnya. Matanya tidak sekalipun terpejam selama perjalanan itu. Ia mengawasi sekitarnya, kalau-kalau ada orang yang menyadari keberadaannya di tempat itu. Seandainya ada yang mengetahui ia menyelinap di dalam kapal itu, maka pasti ia akan dilempar keluar dari kapal itu.

Minggu, 22 Januari 2012

Faux Ciel Bab 15 - Meninggalkan Ravena

Sierra masih berdiri mematung di tempatnya. Kejadian itu terjadi dengan sangat cepat, tetapi ia betul-betul yakin Adam tadi menarik kepalanya dan  menciumnya. Meski yang terakhir itu masih tidak bisa ia percayai. Wajahnya memerah tanpa ia bisa kendalikan. Jantungnya berdetak kencang. Ia terkejut, namun di saat bersamaan ia senang. Ia malu, tetapi di saat bersamaan pikirannya berisi berbagai hal memalukan. Ia gelisah sekaligus merasa tenang karena setidaknya Adam menunjukkan sedikit perhatian yang diharapkannya. Perasaannya yang bercampur aduk membuatnya tidak bisa bergerak. Ia tidak mungkin menatap wajah pria itu sekarang. Tetapi di saat bersamaan ia sangat ingin melihatnya. Ia hanya bisa mematung di tempatnya tanpa menyadari apapun di sekitarnya. Sierra terlalu sibuk dan terlalu asyik dengan pikirannya sendiri saat ini.

Karl yang berada di ruangan yang sama dengan Sierra mendekati gadis itu. Ia melambaikan tangan di depan mata gadis itu, tapi sepertinya gadis itu tidak menyadarinya. Gadis itu malah tersenyum-senyum tidak jelas. Melihatnya seperti itu Karl hanya bisa mengelengkan kepalanya. “Sudahlah. Kubiarkan saja dia seperti ini sekarang,” katanya.

Sabtu, 21 Januari 2012

Faux Ciel Bab 14 - Satu Jam

Adam mengepakkan kedua sayapnya. Dengan sangat cepat ia melesat menuju langit, dimana sebuah benda pipih berwarna emas menukik tajam ke arahnya. Tepat sesaat sebelum keduanya bertabrakan, benda berwarna emas itu tiba-tiba terbelah menjadi dua seperti aliran air terjun yang tersibak. Benda itu melewati Adam begitu saja. Melihat itu Adam berhenti dan berbalik. 

Benda berwarna emas itu kembali menyatu, namun kali ini ia membentuk sebuah bola. Atau lebih tepatnya seperti sebuah kepompong serangga.

Rabu, 18 Januari 2012

Faux Ciel bab 13 - Pertempuran Pertama

Ledakan demi ledakan yang menghujani kota Ravena telah berhenti. Api berkobar di mana-mana. Malam itu berubah seperti siang karena semua tempat di kota itu disinari lidah-lidah api. Teriakan panik memenuhi kota itu. Beberapa orang bahkan terinjak-injak oleh yang lainnya. Ledakan yang terjadi tak pelak membunuh beberapa warga kota itu. Suasana pesta yang sesaat lalu meriah kini berubah menjadi neraka. Tetapi Lambert tahu ini bukan akhir dari penderitaan. Sebaliknya, ini adalah awal dari serangan yang sebenarnya.
Lambert berusaha menerobos kerumunan manusia yang berlari dengan panik. Ia berusaha untuk tidak terjatuh, karena terjatuh di dalam kekacauan ini sama saja dengan mati. Tetapi tak urung ia nyaris terjatuh saat kakinya terantuk sesuatu. Ia mencoba melihat apa yang mengenai kakinya dan menemukan seorang wanita yang luka-luka karena terinjak. Dengan cepat Lambert mengangkat wanita itu dan menyuruhnya pergi.

Jarak antara rumah makan Ciel dan lapangan yang menjadi pusat kota itu hanya satu kilometer. Dengan keadaan normal, jarak itu bisa ditempuh Lambert hanya dalam waktu kurang dari dua puluh menit. Tetapi dengan kekacauan ini segalanya tidak bisa diprediksi. Ia bahkan tidak yakin bisa mencapai tempat itu. Tetapi saat ia mengingat Eva, ia merasa ada sebuah tenaga baru yang mendorongnya maju lebih cepat menuju tempat itu.

Minggu, 15 Januari 2012

Faux Ciel Bab 12 - "Kembalikan Setelah Kamu Kembali"

Sudah lebih dari tiga jam Eva terus menangis tanpa henti. Sudah selama itu pula Adam berada di sebelahnya, memeluk gadis itu untuk membuatnya tenang. Tetapi gadis itu masih menangis, meski kini sudah tidak sekeras sebelumnya. Tiga jam ini adalah waktu yang menyiksa bagi Adam. Bukan karena ia membenci kemanjaan Eva ― ia mulai terbiasa dengan hal itu. Tetapi selama tiga jam ini semua kenangan sedih yang dulu ditekannya hingga terlupakan kembali bangkit. Dimulai dari saat ia bertemu dengan gadis kecil berambut keemasan ― yang dinamainya Eva ― di dalam gua waktu itu. Ingatannya berjalan mundur ke saat-saat terakhir kedua orang tuanya. Juga bagaimana ngerinya kekejaman para Advano yang dilihatnya. Seharusnya semua itu sanggup membuat seorang pria menangis, tetapi air mata sudah lama tidak mengalir dari mata Adam. Cairan itu sudah lama mengering dan ia sudah kehilangan alasan untuk menangis. 

Eva terus menangis, sesekali sesengukan, sesekali menangis dengan keras dan memilukan. Tiap kali Adam mengingat hal-hal yang buruk di dalam hidupnya, tiap kali pula Eva menangis dengan pilu. Seakan-akan gadis itu menggantikan dirinya yang sudah tidak bisa lagi menangisi kesedihan dan kepedihan.
“Apa kau menangis untukku lagi?” tanya Adam.

Sabtu, 14 Januari 2012

Faux Ciel Bab 11 - Serangan Tiba-tiba Di Tengah Pesta

Bulan purnama nyaris berada di atas kepala. Sementara kota semarak dengan berbagai kemeriahan khas pesta, para penjaga di tembok kota malah harus berjaga dalam suasana sepi. Berbeda dari biasanya, kali ini satu menara penjagaan dijaga tiga orang prajurit. Bertambah satu orang dari hari biasanya yang hanya dua prajurit. Pada saat seperti ini penjagaan di tembok kota memang selalu diperketat. Bagi para penduduk kota dan semua pelancong yang berada di dalam kota itu mengetahui kenyataan bahwa mereka dilindungi oleh pasukan terbaik kota adalah hal yang menenangkan. Tetapi untuk para prajurit dalam pasukan itu, melindungi kota di saat orang lain berpesta tidak begitu menyenangkan.

“Aku iri dengan Paul yang bertugas menjaga di kota,” kata seorang prajurit. Di tangannya ada segelas coklat hangat yang sudah nyaris habis diminumnya. Setidaknya hanya itu kenikmatan yang bisa dinikmati prajurit garis depan sepertinya di hari perayaan itu.

Faux Ciel Bab 10 - Ketenangan Sebelum Badai

Edward sedang kebingungan. Raja itu telah diperintahkan untuk menyiapkan angkatan perangnya. Namun setelah pertemuan dengan sang Advano yang terjadi seminggu yang lalu, tidak ada perintah baru lagi yang diberikan padanya. Selama seminggu itu seluruh pasukannya telah ditempatkan dalam keadaan siaga perang tanpa mengetahui alasannya. Edward memang tidak memberitahukan alasannya, tetapi itu dilakukannya atas perintah sang Advano.

Matahari sore yang dilihatnya di koridor itu selalu bisa membuatnya damai. Setidaknya memandangi sang penguasa siang tenggelam dan kehilangan semaraknya membuatnya gembira. Ia senang melihat sesuatu yang lebih agung dan lebih semarak darinya jatuh dan musnah. Itu memberikannya sensasi kegembiraan tersendiri, melebihi sensasi yang dirasakannya bersama para selir muda yang dimilikinya.

Kamis, 12 Januari 2012

Faux Ciel Bab 9 - Sang Kunci

“Darimana kau tahu tentang Sang Kunci?”

Sorot mata Lambert menatap tajam pada Adam yang duduk di depannya. Ia telah menyarungkan kembali pistolnya. Awalnya ia tidak mempercayai Adam, namun Sierra yang ikut mendatangi kamar pria itu karena kegaduhan yang dibuatnya meyakinkan dirinya bahwa Adam adalah orang yang tidak berbahaya. Dan kini mereka bertiga berada dalam ruangan itu, dengan Sierra yang berdiri di samping Eva yang tertidur di ranjang Adam, dan kedua pria itu yang duduk saling berhadapan.

“Eva sendiri yang menyebut dirinya seperti itu. Gadis itu mendatangiku tiba-tiba dan menunjukan padaku penglihatan tentang masa laluku sendiri. Katanya aku yang memberikan nama Eva padanya enam belas tahun lalu,” kata Adam.

Rabu, 11 Januari 2012

Faux Ciel Bab 8 - Eva

Seharusnya ia sudah mati tenggelam di dasar sungai. Atau setidaknya terseret arus dan membentur bebatuan yang tajam, yang pada akhirnya membuatnya mati. Tetapi maut seperti enggan menyapanya. Dinginnya air dan sakitnya hantaman arus sungai di kulitnya perlahan-lahan menariknya keluar dari dunia yang gelap. Adam membuka matanya yang sangat lelah. Bukan hal yang mudah baginya karena nyaris semua energi di tubuhnya lenyap tak berbekas. Matanya perih dan merah. Antara air yang mengalir dari matanya dan air yang menyapu wajahnya sudah tidak dapat dibedakan lagi.

Adam melihat apa yang telah urung mengizinkannya bersatu dengan dasar sungai itu. Sebuah batu yang sepertinya berukuran besar dan berwarna hitam tepat bersentuhan dengan pipinya. Tampaknya batu besar itu telah secara ajaib menahan tubuhnya dari hantaman arus sungai. Dan keberadaannya di atas batu itu pun mungkin sebuah mukjizat. Arus yang deras pasti telah menyeretnya hingga akhirnya tergeletak di atas batu itu.

Jumat, 06 Januari 2012

Faux Ciel Bab 7 - Kabut Gelap Yang Tersingkap

Rumah itu tampak sederhana. Dinding bangunannya tersusun dari bilah-bilah papan, dengan atap yang juga dibuat dari papan yang disusun berundak-undak. Rumah itu mengambil gaya Medieval seperti umumnya rumah di Dunia Baru. Hanya beberapa bagian dari rumah itu yang dibuat dari batu. Salah satunya adalah cerobong asap yang mengepul di belakang rumah itu.

Rumah itu berdiri di sisi sebuah danau. Pintu belakangnya berhadapan langsung dengan tepian danau. Sebuah perahu kecil tampak tertambat di belakangnya. Jala dan pancing tersusun rapi di belakang rumah itu, bersebelahan dengan kapak yang tertancap di sebuah batang kayu tua.

Faux Ciel Bab 6 - Advano

Edward membuang pandangannya ke arah matahari yang mulai tenggelam di balik pegunungan. Sinar jingga keemasan dari matahari yang mulai tenggelam itu memberikan nuansa agung pada ruangan di mana ia berada. Sebuah ruangan di dalam bangunan bergaya Basilica yang menjadi istananya. Langit-langit dalam istana itu tinggi dan membentuk lengkungan, dengan ratusan fresco yang menggambarkan ratusan manusia bersayap. Manusia bersayap dan manusia tak bersayap, malaikat dan manusia biasa. Itulah yang dipercaya olehnya dan oleh seluruh kerajaannya sebagai awal dari munculnya Dunia Baru. Semua fresco di dalam istana itu bercerita tentang bagaimana para makhluk bersayap datang dan menyelamatkan manusia dari kehancurannya dan membawa mereka ke sebuah tempat yang lebih baik. Dunia Baru adalah dunia yang dianugerahkan pada mereka oleh para makhluk bersayap itu. Karenanya seluruh kerajaan Adventa yang dipimpinnya memutuskan menyembah para makhluk bersayap itu. Namun sekarang keberlangsungan dunia yang telah dianugerahkan pada mereka terancam. Takdir yang telah diramalkan sejak seribu tahun lalu akhirnya telah tiba.

“Raja Edward, para Pelayan Dewa telah menemukan di mana lokasi Sang Kunci dan Sang Pembuka Pintu. Mereka ada di salah satu pulau di selatan, tepatnya Pulau Arron.” Seorang prajurit datang menghadapnya dan memberikan laporan. Edward menghela napas. Adalah mudah menggempur Kota Ravena, satu-satunya kota yang berada di pulau itu. Ia sangat yakin keduanya berada di kota itu, karena demikianlah yang disebutkan dalam ramalan. Tetapi jika ramalan itu benar, maka semua pasukan yang dikirimnya akan musnah, sebanyak apapun itu.

Hanya ada satu cara yang bisa dilakukannya. Memanggil sang makhluk bersayap, Advano.

Rabu, 04 Januari 2012

Faux Ciel Bab 5 - Takdir Yang Bertautan

Setelah bersusah payah, akhirnya Lambert berhasil mencapai perbatasan antara hutan dan kota Ravena. Padang rumput membentang antara kota itu dan hutan di belakangnya. Di depannya telah terlihat benteng kota Ravena. “Kota itu tidak berubah sama sekali. Semoga mereka masih mengingatku,” kata Lambert. Energinya telah mulai terkuras. Tetapi ia memaksa dirinya untuk terus bertahan. Jarak satu kilometer yang membentang antara dirinya dan benteng kota itu pun bukan masalah besar baginya. Lambert menoleh ke arah gadis yang kini telah ia lepas dari ikatan yang melilit badan mereka berdua. Gadis yang tampak masih remaja itu masih terlelap dari tidurnya. Senyum yang dilihatnya sewaktu gadis itu masih berada di dalam tabung tetap menghiasi wajahnya yang damai. Lambert sedikit iri pada gadis itu. Seandainya saja ia bisa tidur sedamai itu. Tetapi tidur adalah kemewahan bagi pasukan pemberontak yang entah bagaimana caranya selalu saja bisa ditemukan pihak kerajaan Adventa.

Lambert masih ingat betul bagaimana kota Ravena dua belas tahun lalu. Kota itu jauh dari deskripsi kehidupan. Mayat-mayat bergelimpangan di tanah tanpa ada yang bisa mengyuburkan mereka. Bukan karena tidak ada yang mempedulikan mereka, tetapi karena sebagian besar penduduk kota itu juga terkenah wabah yang sama yang telah membunuh mereka. Ia dan Conrad yang sedang menyelidiki Tanah Selatan sempat melewati kota itu dan terkejut. Kala itu Conrad mengatakan wabah itu bukan wabah biasa, tetapi wabah yang sengaja disebarkan oleh Advano, bentuk kehidupan cerdas yang telah membuat Dunia Baru. Mereka lalu mencari sumber air kota itu dan membubuhkan seliter penuh cairan berwarna keemasan di dalamnya. Semua manusia di dalam kota itu berbondong-bondong mendatangi sumber air itu dan meminum air di dalamnya. Secara ajaib, penyakit yang nyaris membunuh mereka lenyap seketika. Namun duka terlanjur menyelimuti kota itu. Tangisan tampaknya tak akan berhenti dari kota itu saat ia dan Conrad meninggalkannya. Tetapi bila kota itu telah berdiri sekokoh itu, dengan tembok-tembok kotanya yang terawat, berarti kota itu berhasil bangkit dari keterpurukannya.

Selasa, 03 Januari 2012

Faux Ciel Bab 4 - Mimpi Dan Takdir Yang Mendekat

Mimpi itu kembali dilihatnya. Mimpi yang entah berapa lama tidak pernah lagi menyapanya dalam tidur. Tetapi kini mimpi itu kembali padanya, kembali menunjukkan padanya sebuah langit biru jernih dan laut biru di bawah kakinya. Ia berdiri menatap matahari pagi yang mulai naik dari arah batas dunia. Angin yang lembut bertiup di sela-sela rambut hitamnya membuatnya nyaman. Dari kejauhan terdengar puluhan burung camar yang terbang bebas di langit. Ia pun ingin merasakan bagaimana rasanya terbang seperti mereka. Ia mencondongkan badannya ke depan. Ia tidak terjatuh, bahkan ia semakin lama semakin tinggi. Di pundaknya kini muncul sepasang sayap camar yang bergerak-gerak mengikuti angin yang membawanya ke atas. Ia merasa bebas. Ia tertawa lepas. Seandainya Sierra berada bersamaku saat ini, pikirnya.

Namun tiba-tiba ia berhenti saat ia berpikir akan menyentuh langit. Tidak seperti mimpinya dahulu, tiba-tiba di depannya kini terdapat sebuah pintu berukuran raksasa yang terbingkai sulur-sulur tanaman berwarna keemasan. Pintu itu tampak kokoh dengan warna hitam kelamnya.  Sedangkan sulur tanaman yang membingkai pintu itu tampak seperti pelindung yang menghalangi siapapun mendekatinya. Ia penasaran pada pintu itu dan mendekatinya. Namun saat ia hampir saja menyentuh daun dari sulur-sulur itu, tiba-tiba terdengar suatu suara yang bergema di seluruh penjuru langit. Bahkan para burung camar sampai terkejut dan terbang berpencar mendengar suara itu.

Minggu, 01 Januari 2012

Faux Ciel Bab 3 - Mimpi Dan Harapan Baru

Adam terbangun di tengah malam sambil memegangi tangan kirinya. Ia melihat tangan kirinya berdarah. Ia meringis menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh tangan kirinya itu. Di tangannya, sulur-sulur berduri berwarna hitam tampak bergerak-gerak mencambuki dirinya dengan liar. Darah segar mengalir dari bekas cambukan sulur-sulur itu. Demikianlah para pemilik budak mengendalikan budak-budaknya dan menghukum mereka yang berusaha lari dari mereka. Sulur-sulur itu akan memaksa para budak menyerah dan kembali, jika tidak mereka akan mati tercekik oleh sulur itu.

Penderitaan yang ditimbulkan oleh tatto kutukan yang ada di tangannya jauh lebih buruk dari mimpi buruk manapun. Mimpi buruk akan berakhir saat seseorang terbangun, namun rasa sakit di tangannya tidak akan berakhir bahkan saat ia membuka matanya. Sudah seminggu ia meninggalkan lokasi penambangan itu. Sejak itulah tatto sulur berduri di tangannya mulai menyiksanya, hingga akhirnya sulur-sulur itu melukainya pada malam ini. Darah segar masih belum berhenti mengalir dari tangannya. Selimut yang diberikan Sierra padanya telah ternoda dengan tetesan darahnya. Sudah tidak mungkin ia tidak membuat gadis itu khawatir.

Faux Ciel Bab 2 - Reuni

Adam berjalan menyusuri jalan kota Revena dengan memegangi perutnya yang terus menerus berbunyi. Sudah seminggu berlalu sejak ia tiba di kota itu setelah melarikan diri dari perbudakan di tempat penambangan. Ia menjual apa saja yang dimilikinya —beberapa relik langka yang ia ambil tanpa izin dari tempat penggaliannya— untuk menyewa kapal menuju ke kota itu hingga yang tersisa padanya hanya overall biru dan sepatu yang dikenakannya. Dan kini ia tidak punya uang lagi untuk membeli makanan. Ia melirik ke kiri dan ke kanan. Bau harum makanan dari rumah-rumah makan di sepanjang pinggiran jalan membuat kakinya berjalan gontai ke arah mereka. Namun saat ia menyadari tidak punya apa-apa untuk membeli makanan langkah kakinya berhenti dan menjauhi rumah-rumah makan itu dengan gontai dan kepala menunduk.

Aku harus mencari kerja secepatnya, katanya dalam hati. Tapi apakah akan ada yang mau mengambil pelarian sepertiku?

Faux Ciel Bab 1: Gadis Pembawa Harapan

Ruangan itu dipenuhi tabung-tabung setinggi manusia yang berisi cairan berwarna keemasan. Tidak ada lampu penerangan yang menerangi ruangan dengan langit-langit menjulang itu. Tetapi memang lampu tak begitu diperlukan. Cairan yang mengalir naik turun di dalam tabung-tabung itu menghasilkan pendaran keemasan, dan pendar itulah yang telah menerangi seisi ruangan penyimpanan itu. Sejauh mata memandang hanya ada tabung-tabung berisi cairan keemasan yang berkilauan setinggi manusia. Kecuali sebuah tempat yang terletak tepat di tengah-tengah ruangan itu. 

“Dia mulai terbangun,” kata seorang kakek tua yang berdiri di tengah-tengah  ruangan itu. Di depannya terdapat sebuah tabung raksasa dengan ujung atasnya nyaris menyentuh langit-langit. Di dalam tabung berukuran raksasa itu juga terdapar cairan keemasan, namun yang membedakannya dari tabung-tabung lainnya – selain ukuran tabung itu yang lima kali tabung lainnya – adalah benda lain yang ada di dalamnya.